Buat kalian yang belum tau, aku itu seorang ibu dengan 2 orang putri. Anakku yang pertama bernama Giazzahra Atharayhanum (zahra), yang artinya seorang gadis cantik yang kuat, harum dan membumi. sedangkan anakku yang kedua bernama, Gemintang Arsyilla (Syilla) yang artinya bintang surgawi. Beruntung aku dan suami langsung dipercaya mendapatkan buah hati tak lama setelah kami menikah.
Tapi ternyata menjadi orang tua tidaklah mudah, terutama seorang ibu. Kalau suami aku tipikal orang yang menyerahkan semua urusan rumah tangga kepada istri termasuk mendidik anak, dia hanya sesekali memberi saran dan masukkan dan bermain dengan anak. karena banyak yang ingin aku ceritakan, cerita ini aku mulai dari Zahra, anakku yang pertama.
Ketika Zahra lahir, kebetulan aku belum bergelut di dunia Make-Up, jadi waktu aku cukup banyak dirumah, dan sesekali mengurus usaha (kebetulan dari kuliah aku memang menggeluti dunia bisnis perawatan dan kecantikan). Zahra adalah cucu pertama dari keluarga suami aku, jadi wajar dia sangat dinanti, bahkan teramat sangat. Dari awal kehadiranya, Zahra lebih sering diasuh oleh Ibu mertua aku, mulai minum susu, mandi, sampai tidur sampai disebut ‘anak enin’ (panggilan Nenek untuk beliau). Zahra tumbuh menjadi anak yang sangat dimanja oleh Kakek dan Neneknya. Awalnya aku merasa nggak berguna jadi ibu, karena semuanya dikerjakan oleh ibu mertua aku (mungkin karena beliau excited punya cucu pertama), Maklum lah karena baru punya satu saat itu (sekarang bahkan mau 4), Orang tua serba khawatir yang enggak boleh begini begitu, dan seringkali bertentangan dengan aku, kadang aku berpikir “kok kalo di artikel kayanya gak apa-apa deh begini…” tapi orang tua kadang memiliki pandangan yang berbeda. Keuntunganya bagi aku dan suami, walau sudah punya anak, kami layaknya pengantin baru. Masih bisa berdua dirumah, nonton bioskop, liburan ke Bali atau keluar berdua. Itu karena Nenek Kakeknya dengan senang hati dititipi Zahra. Tapi jujur, aku dan Zahra jadi kurang dekat secara batin. Zahra dididik dua asuhan yang berbeda, terkadang di aku tidak boleh di neneknya boleh, atau sebaliknya. Bahkan dia gak pernah merasa takut apabila aku tegur karena pasti di bela oleh Kakek Neneknya.
Kalian pernah merasakan hal yang sama? Nah disini pointnya. Kesel dan Marah terkadang hal yang manusiawi, kenapa anak kita jauh sama kita dan lebih dekat dengan neneknya. Sempet kesal karena Zahra jadi nggak nurut sama aku, jarang pulang kerumah dsb. mungkin karena dia masih kecil juga jadi dia lebih betah di rumah Neneknya karena lebih dimanja. Tapi, suami aku selalu jadi orang yang netral dia bisa mengerti posisi aku dan posisi Ibu. Kalau Ibu aku sendiri, karena dia sudah memiliki banyak Cucu dari Kakak aku, jadi dia selalu mengingatkan kalau itu hal yang wajar, dan hal itu juga yang Ibu aku lakukan ketika Cucu pertamanya lahir (anak Kakakku). Setelah makin lama, aku makin sadar dan dari sini aku jadi belajar. Belajar untuk menjadi ikhlas dan memetik manisnya. Ikhlas bahwa anak itu adalah Titipan Allah dan kita tidak boleh merasa memiliki seutuhnya, Ikhlas dan percaya apapun yang dilakukan oleh orang tua kita (baik mertua atau ayah ibu kita aku menganggapnya sama-sama orang tua aku.) pasti yang terbaik untuk anak kita, aku belajar untuk mempercayai sepenuhnya apapun yang ibu mertua aku berikan untuk Zahra, karena itu pasti yang terbaik, mulai dari apa yang dimakan Zahra, apa aja yang diajarkan terhadap Zahra aku sama sekali tidak khawatir dan mengganggu beliau dengan pertanyaan “Zahra makan apa? Zahra udah mandi belum? Dikasih apa? jangan ini itu..” kenapa? karena pasti anak kita tidak akan dibiarkan kelaparan, dibiarkan kesakitan atau menangis. Kenapa kita bisa tidak percaya dengan ibu mertua untuk pegang anak kita sedangkan Beliau bisa begitu baik dan berhasil membesarkan anak-anaknya (yang notabene adalah suami kita.) walaupun dengan cara dan pemikiran yang kita sebut asuhan orang tua jaman dulu. iya kan? Toh anak-anaknya sehat, berhasil, dan berbakti (makanya kita mau hehe..)
Kadang ada ketakutan Zahra enggak akan dekat sama aku, enggak denger omongan aku, dan itu sama sekali tidak terjadi. Bagaimanapun aku ibunya dan sedekat apapun dia sama Neneknya dan sejauh apapun dia sama aku, dia tetap mau pulang kerumah tetap menganggap aku Ibunya. Makin besar (sekarang Zahra sudah mau 6 tahun) Zahra semakin dewasa, dia bisa menempatkan diri dan menghargai perasaan ibu dan Neneknya. PLUSnya lagi dia tumbuh jadi anak yang penyayang karena banyaknya orang yang sayang sama dia dari sewaktu kecil.
Satu lagi, anak kita itu nggak akan selamanya jadi anak bayi kecil yang menggemaskan, dan orang tua kita tidak akan selalu kuat untuk menjaga cucu-cucunya. Mumpung anak kita masih lucu, kedua orang tua kita masih sehat dan dengan senang hati bermain dengan cucu-cucunya, ikhlas deh untuk memberikan anak kita kepada mereka untuk menjadi teman masa tua nya, mau itu orang tua atau mertua kita, sama aja. karena makin anak kita besar nggak akan selucu itu, dan semakin tua orang tua kita juga enggak akan bisa terus protektif dan memiliki banyak waktu atau tenaga untuk anak kita. jadi buat kalian yang mengalami hal seperti aku, nikmatilah setiap moment ini, ambil hikmahnya kalian bisa jalan-jalan sama suami dan bisa berkerja disaat banyak orang kesana kemari cari pengasuh atau menitipkan anak-anak di daycare. Ini juga sebagai bentuk aku berbakti terhadap orang tua meskipun aku mungkin nggak bisa banyak membantu dengan tenaga atau materi. ? ?
Bersyukur buat kalian yang masih punya orang tua lengkap, baik itu mertua atau orang tua kandung, yakin deh doa keduanya sama-sama manjur.
PS : sekarang zahra udah pinter nyanyi, nari, hobinya nonton YouTube, udah bisa foto pake kamera mirrorless juga :p
Bagi mereka yang ingin mengubah hidup mereka menjadi lebih baik — TradeStrategi.com.